Menurut berbagai sumber yang ada diceritakan bahwa pada zaman prasejarah manusia belum mengenal busana seperti yang ada sekarang. Dikatakan bahwa manusia dahulu hidup dengan cara berburu, bercocok tanam dan hidup berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lain. Ketika mereka berburu mereka mendapatkan daging untuk dimakan dan kulit binatang.
Dari kegiatan hidup yang erat berinteraksi dengan alam ini manusia baru berfikir untuk melindungi badan dari pengaruh alam sekitar seperti gigitan serangga, pengaruh udara, cuaca atau iklim dan benda-benda lain yang berbahaya. Cara yang dilakukan manusia untuk melindungi tubuhnya pada saat itu berbeda-beda sesuai dengan alam sekitarnya.
Di daerah yang berhawa dingin, manusia menutup tubuhnya dengan kulit binatang yang berbulu tebal seperti domba. Kulit binatang tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari daging dan lemak yang menempel lalu dikeringkan. Begitu juga dengan manusia yang tinggal di daerah yang panas, mereka memanfaatkan kulit kayu yang direndam terlebih dahulu lalu dipukul-pukul dan dikeringkan.
Ada juga yang menggunakan daun-daun kering dan rerumputan. Selain itu ada yang memakai rantai dari kerang atau biji-bijian yang disusun sedemikian rupa dan untaian gigi dan taring binatang. Untaian gigi dan taring binatang ini dipakai di bagian leher, pergelangan tangan, pergelangan kaki dan pada panggul sebagai penutup bagian-bagian tertentu pada tubuh.
Sebuah studi di Universitas Florida, Amerika Serikat menghasilkan sebuah riset bahwa manusia mulai berpakaian sekitar 170.000 tahun lalu sedangkan manusia modern mulai berpakaian sekitar 70.000 tahun sebelum bermigrasi ke daerah yang lebih tinggi. Migrasi tersebut terjadi sekitar 100.000 tahun lalu. Studi tersebut juga memperkirakan bahwa manusia mulai mengenakan pakaian setelah kehilangan rambut pada tubuhnya.
Sedangkan manusia di nusantara sendiri mengenal tradisi berpakaian sejak zaman batu muda (Neolitikum). Pada saat itu mereka dapat membuat pakaian dari kulit pohon yang sederhana yang telah di perhalus. Kegiatan membuat pakaian dari kulit pohon ini merupakan pekerjaan bagi kaum wanita.
Di Mesir ditemukan tenun lena yang berusia 6.000-7.000 tahun dan kain dengan pola-pola tertentu yang dibuat dengan teknik tapestri abad XV SM. Sedangkan di Peru, temuan berupa katun dan wol bulu ilama. Di tahun 5000 SM masyarakat Mesir dinilai sudah terampil menenun kain lena dari rami halus. Selain berdasarkan penemuan berupa secarik kain lena halus, pendapat itu didukung oleh temuan sejumlah mumi dari tahun 2500 SM yang terbungkus kain lena bermutu sebaik produk sekarang.
Pada tahun 3000 SM masyarakat lembah Sungai Indus, kini wilayah Pakistan dan India bagian barat, telah menggunakan katun kapas. Bahkan konon, di saat yang bersamaan masyarakat di Amerika telah mengolah kain sejenis itu. Sedangkan masyarakat Cina sejak sekitar tahun 2700 SM telah mengusahakan ulat sutera, selain mengembangkan alat tenun khusus untuk serat sutera. Perkiraan ini didukung temuan potongan kecil sutera tenun berbordir menempel di patung perunggu dari Dinasti Shang (1523-1028 SM).
Penyebaran tekstil dari timur ke barat dimulai tahun 300 SM saat balatentara Iskandar Agung membawa pulang ke Eropa benda-benda katun dari wilayah Pakistan. Mereka lantas mengembangkan perdagangan kain secara besar-besaran dengan mengimpor pakaian wol dari Inggris, Gaul (kini Prancis), dan Spanyol, kain lena dari Mesir; Katun dari India; serta sutera dari Cina dan Persia (kini Iran). Sayangnya sedikit sekali tekstil yang bertahan dari masa Kekaisaran Romawi di Barat dan Dinasti Han (202 SM – 220) di Timur.
Industri tekstil Eropa mulai bangkit antara tahun 400-awal dan 1500-an. Inggris, Italia bagian utara, dan Flanders (kini meliputi sebagian Belgia, Prancis dan Belanda) jadi pusat produksi bagian wol. Sedangkan Italia jadi pusat produksi sutera. Dalam periode ini, tepatnya tahun 1200-an mulai dipakai roda pemintal, selain ditemukan mesin pembuka kokon sutera.